Senin, 24 Juli 2017

DI SAAT PIKIRAN BUNTU

Saat ini saya sedang merasa bingung tidak tau harus berbuat apa. Masalah saya sebenarnya adalah instrumen penelitian yang saya buat tak kunjung selesai dikerjakan. Ada kebingungan ketika mulai menuliskan beberapa pertanyaan terkait variabel penelitian yang saya format dalam bentuk pedoman wawancara. Hanya dapat menuliskan tiga pertanyaan, dan setelah itu pikiran saya menjadi buntu. 

Saya masih menerka-nerka mengapa bisa terjadi seperti ini. Kemudian, berbagai alibi mencuat dalam pikiran. Dalam pikiran saya, mungkin kebuntuan ini akibat dari kemalasan saya. Saya juga membuat alasan-alasan seperti tidak adanya literatur yang pas dengan kajian dalam penelitian yang akan saya lakukan. Mungkin juga karena diburu untuk ekstra cepat merevisi proposal mengingat akan segera ke lokasi penelitian. Entahlah, semuanya masih abu-abu di pikiran saya. Namun yang pasti, dan dengan keyakinan yang kuat, menurut saya hal ini memang disebabkan oleh kemalasan diri saya sendiri. Malas mencari bahan, malas memikirkan terlalu dalam, malas berdiskusi dengan teman, malas menyicil untuk mengerjakannya, dan malas segala-galanya.

Sampai pada akhirnya, masalahku ini saya sampaikan kepada salah seorang teman via sms. Pada awalnya, ia menyarankan untuk tidak bingung sendiri dan mendiskusiakannya dengan dosen pembimbing. Komunikasi via sms terus berlanjut. Tiba-tiba ia seperti mario teguh, sang motivator yang biasa muncul di layar kaca itu. Sms yang saya terima darinya bernada memotivasi. Inti dari smsnya itu adalah sebuah motivasi dimana menurutnya yang ter penting adalah percaya pada diri sendiri (PD) terlebih dahulu. Perkara benar atau salah dapat dipikirkan belakangan. Menurut saya itu hal yang sah-sah saja. Namun saya masih belum bisa mempercayai diri saya sendiri untuk bertemu dengan dosen pembimbing ketika tidak punya hasil kerja. Hasil kerja yang belum selesai sebenarnya adalah instrumen penelitian itu. Saya tentu belum percaya diri jika harus datang dengan pekerjaan yang setengah-setengah (belum jadi) ke hadapan dosen pembimbing. Prinsip saya adalah totalitas dalam tindakan. Memang, tidak ada yang sempurna, tapi apa salah jika kita targetkan hal yang ideal terlebih dahulu? Saya pikir penting juga suatu yang ideal itu meskipun lumayan sulit mencapainya. 

Sedikit demi sedikit saya mencoba untuk mengurai benang kusut dalam pikiran yang cukup mengganggu. Ada beberapa hal yang saya lakukan untuk nmenghilangkan kebuntuan dalam berpikir. Diantara kegiatan yang saya lakukan itu antara lain dengan berselancar di dunia maya mencari hal-hal menarik. Saya memulainya dengan membuka halaman facebook. Dari sana saya mulai membaca status-status teman yang mungkin saja dapat memberikan inspirasi. Sampai pada akhirnya saya menemukan akun facebook milik adik saya (Habib Azhari) yang memposting sebuah tautan berupa artikel tentang bisnis online. Artikel tersebut merupakan salah satu dari sembilan artikel yang ada pada blog pribadinya itu.
Setelah mengklik tautan tersebut, ternyata banyak hal menarik yang saya temukan. Hal menariknya bukan pada bisnis online yang ditawarkan, melainkan artikel-artikelnya yang telah ditulis sebelumnya. Selain satu artikel tentang bisnis online tersebut terdapat juga delapan artikel lainnya. Setelah membaca delapan judul artikel selain artikel bisnis online tadi, membuat saya semakin penasaran untuk membacanya. Dan akhirnya saya mulai membaca arikel tresebut satu demi satu dengan seksama.

Dimulai dari bulan juni 2013 lalu, sebagaai postingan awal artikel di blognya itu, ia lebih banyak membahas seputar kegiatannya semasa mengikuti program KKN (Kuliah Kerja Nyata). Dalam artikel itu, ia bercerita bagaimana perjalanannya sebagai seorang ketua posko yang harus memimpin tujuh belas orang temannya dengan karakter dan sifat yang berbeda-beda. Ia juga menulis tentang hal-hal fiktif yang cukup lucu. Saya sempat tertawa sendiri membacanya. Dalam cerita lucu itu, ia memberinya judul “kegalauan massal”. Ia menceritakan tentang kondisi di poskonya yang mengalami hal yang membosankan. Teman-teman poskonya banyak yang galau termasuk dia. Kelucuan terjadi ketika semua teman-temannya itu memperebutkan sebuah tahu isi. Bumbu-bumbu lucu ditaburkan dalam cerita itu yang banyak menggunakan unsur imajinasinya. Cerita itu terkesan tidak masuk akal dan konyol memang, namun itulah cerita fiksi. Saya baru tersadar bahwa tulisan adik saya begitu mengalir dalam artikel itu. Saya seperti tercambuk dengan tulisan itu. Saya punya keyakinan kalau dia memang giat berlatih menulis. Dapat terlihat dari jumlah tulisannya di blog pribadinya itu yang berjumlah sembilan buah. Sementara saya hanya menulis sekitar empat artikel, itupun dengan jarak waktu yang lumayan lama.

Tulisan di artikel itu pula yang memompa semangat saya untuk menulis artikel ini. Bagaimana tidak, saya yang sudah menempuh jenjang pendidikan magister begitu mandul dalam berkarya. Minimal menuliskan pengalaman maupun gagasan yang ada di otak saja jarang. Saya sempat membaca sebuah kutipan, entah darimana asalnya.kutipan itu mengatakan bahwa “tulisan akan abadi dan ucapan akan hilang tertelan waktu bersama debu-debu zaman”. Saya pikir ada benarnya juga, banyak tokoh-tokoh terkenal ratusan bahkan ribuan tahun silam terkenal sampai saat ini karena mengabadikan pemikirannya dalam bentuk tulisan. 

Akhirnya saya bertekad untuk selalu menulis bagaimanapun kondisinya. Baik dalam kondisi bersemangat maupun tidak bersemangat. Baik akan dibaca orang lain ataupun tidak dibaca tulisan itu. Hal terpenting bagi saya adalah menuliskan apa yang terbesit dalam pikiran. Mungkin itu yang dapat menghilangkan kebuntuan dalam berpikir, dan saya merasakan hal itu dalam menulis artikel ini. Jangan pernah berhenti menulis. Seperti beberapa ungkapan tentang sejarah islam. Sekarah Islam ditulis dengan dua warna tinta. Warna hitam oleh para alim ulama dan warna merah oleh para syuhada.
Salam tinta.
Wassalam.
Surakarta, 10 September 2013.

--Hasrul Hadi--

Tidak ada komentar:

Posting Komentar