Selasa, 31 Oktober 2017

FOR MY BELOVED HASNA ELFARIZA

Sumber: Dokumen Penulis
Oleh : Hasrul Hadi Anakku tersayang Hasna Elfariza. Entah kapan engkau bisa membaca tulisan ini. Bapak mu ini hanya ingin kau tau, betapa bahagianya kami atas kehadiranmu. Tepat setahun yang lalu, 31 Oktober 2016 engkau terlahir di dunia ini. Kami menyambutmu dengan penuh kebahagiaan. Status kami pun berganti. Menjadi seorang ibu dan bapak. Tangis pertamamu adalah bahagia kami. Dengan penuh rasa syukur kami berterimakasih kepada Allah Swt atas kehadiranmu. Pertama kali kau lahir perasaan bapak mu ini bercampur aduk. Di satu sisi bahagia dan terharu dengan kelahiranmu, di sisi lain khawatir, gelisah dan cemas atas kondisi ibumu yang lemah setelah mempertaruhkan nyawanya untuk melahirkanmu. Syukurnya Allah Swt benar-benar mengabulkan segala doa yang terlontar dari bibir ini. Kondisi benar-benar membaik. Pada masa awal fase pertumbuhanmu, kami harus banyak belajar bagaimana merawatmu. Berbagi tugas siang dan malam. Menenangkan mu di kala engkau menangis. Kami harus rela bangun dan terjaga di tengah malam hanya untuk sekedar memberikan kondisi ternyaman buatmu. Itu semua demi kecintaan kami padamu. Mungkin ini pula yang dilakukan orang tua lainnya demi anak mereka tercinta. Seiring berjalannya waktu, engkau bertumbuh menjadi anak yang sehat, aktif, lucu dan menggemaskan. Rasanya semua beban, susah dan sedih seakan sirna ketika melihat canda tawa mu. Tingkah laku mu yang menggemaskan membuat kami tak bisa melukiskan dengan kata-kata betapa kami sangat bahagia. Engkau tumbuh semakin besar. Perkembangan mentalmu pun demikian. Perubahan demi perubahan mulai terlihat. Dari mulai bisa duduk, merangkak sampai berdiri dan mulai belajar berjalan. Kata-kata yang terlontar dalam mulutmu juga sering membuat kami tersenyum dan tertawa. Kami benar-benar menikmati kebersamaan denganmu. Anakku sayang Hasna Elfariza. Sehatmu adalah bahagia kami dan sakitmu adalah tentang kecemasan dan kesedihan kami. Tak ingin sedikitpun orang tua rela jika anaknya sakit. Begitu juga dengan kami. Sepertinya jika bisa, kami hanya ingin melihatmu tumbuh dengan sehat saja. Tapi kami juga sadar selain kehendak kami sebagai orang tua mu, ada kehendak lain yang perlu kita sadari, yakni kehendak Allah Swt. Maka kami pun terus berikhtiar menjaga kesehatan mu dan memasrahkan semuanya kepada-Nya. Doa kami tak henti-hentinya mengalir untuk mu. Kami selalu berdoa agar kelak engkau menjadi anak sholihah, berbakti kepada orang tua, sehat, cerdas dan berguna bagi agama nusa dan bangsa. Menjadi kebanggan keluarga. Menjadi penerang atas kegelapan kehidupan. Menjadi seseorang yang kehadirannya selalu dinantikan. Menjadi seseorang yang keberadaannya menjadi alasan atas kebahagiaan orang lain. Anak ku sayang Hasna Elfariza. Selamat hari jadi yang pertama. Ini tahun pertama engkau menjalani hidup di muka bumi ini. Masih ada masa depan yang akan kau jalani. Semoga panjang umur dan berkah. Semoga Allah Swt selalu nelindungi mu. Kami mencintaimu. Dari orang tua mu yang selalu menyayangi dan mencintai mu, Hasrul Hadi dan Siti Nawali Rahmatullah Korleko, 31 Oktober 2017.

PAK TANI, RIWAYATMU KINI

Sumber : Google.com
Oleh : Hasrul Hadi Dua malam yang lalu sebelum datang waktu shalat isya, seorang warga datang ke rumah. Kedatangannya untuk mesilak (mengundang) saya pada acara pernikahan salah seorang warga. Usai shalat isya saya pun langsung bergegas menuju lokasi acara. Sesampai di sana sudah terlihat cukup banyak tamu undangan yang duduk bersila, mereka masih menunggu tamu undangan yang lain sambil ngobrol antara satu dengan yang lain. Semua tamu undangan adalah bapak-bapak. Beberapa di antaranya adalah tokoh agama dan tokoh masyarakat yang tempat duduknya dipersiapkan khusus oleh tuan rumah. Selain tokoh agama dan tokoh masyarakat, sebagian besar tamu undangan adalah masyarakat biasa yang kebanyakan dari mereka adalah para petani. Beberapa tamu undangan dan seorang tamu dari kalangan tokoh agama belum juga datang. Para tamu undangan yang lain masih sabar menunggu termasuk saya, sebelum akhirnya prosesi akad nikah dimulai. Di sela-sela waktu menunggu, saya manfaatkan untuk bercengkrama. Khususnya dengan tamu undangan yang sebagian besarnya adalah petani. Kami bertukar pikiran, dan sebagian besar waktu saya gunakan untuk mendengar cerita mereka. Terlihat dari raut wajah mereka bagaimana beratnya menjadi petani dengan hasil yang tidak sebanding. Salah seorang petani memulai ceritanya tentang mahalnya biaya pengolahan lahan sawah mereka. Mulai dari membajak, mengairi, membeli bibit, membeli pupuk, beli obat, beli mulsa dan upah buruh. Belum lagi mereka harus siap merawat dan mengontrol sendiri tanaman mereka dari serangan hama dan gulma setiap harinya. Perjuangan untuk memperoleh hasil yang maksimal memang tidak mudah. Mereka harus rela berkorban biaya, tenaga dan pikiran. Tak jarang gara-gara masalah air irigasi para petani terlibat konflik serius dengan sesama petani lainnya. Ini juga menimbulkan masalah tersendiri bagi mereka. Tidak cukup hanya menghadapi masalah selama proses pengolahan lahan dan merawat tanaman, petani juga dihadapkan dengan masalah rendahnya harga jual hasil panen. Sebagai contoh saja, harga cabai hanya tujuh ribu rupiah per kilogram. Itu belum termasuk ongkos buruh memetiknya. Lahan tempat menanam pun terbilang sempit, hanya beberapa are. Harga hasil panen anjlok. Bagaimana mungkin petani tidak pusing, setelah berdarah-darah mengurus tanamannya mereka harus menelan pil pahit atas kerugian yang mereka alami. Tapi kita perlu berikan apresiasi kepada para petani. Meski sering mengalami kerugian akibat rendahnya harga jual hasil panen--belum lagi adanya potensi gagal panen--para petani masih tetap bersabar. Saya sempat melontarkan pertanyaan. "apa bapak tidak kapok bertani?" lantas ia menjawab "ya tidak lah, ini memang pekerjaan saya, untung rugi itu biasa, paling tidak hasil panen bisa dinikmati oleh keluarga kalau tidak dijual. Bertani sudah menjadi pilihan hidup." Semangatnya perlu kita apresiasi. Tapi kepedulian dan perhatian semua pihak tetap diperlukan untuk memperbaiki nasib mereka. Mangapa demikian? Alasannya jelas, setiap orang indonesia makan beras, makan sayur, butuh bumbu, butuh buah dan produk pertanian lainnya yang penanamnya adalah petani. Oleh karena itu peran petani jelaslah sangat penting. Saya hanya bisa berdoa bagi mereka saat ini. Mudah-mudahan nasib baik bisa menghampiri mereka. Sehingga ke depan tak ada lagi cerita miris dari para petani kita. Tak ada lagi raut wajah sedih petani kita. Yang ada hanyalah senyum bahagia, bersahaja penuh keramahan sebagai ciri khas bangsa kita. Maju terus petani Indonesia. Selamat Menulis, #BeActiveWriter Korleko, 28 Oktober 2017 --HH

MENULIS; ANTARA MIND MAPING DAN FREE WRITING

Sumber: Google.com
Oleh : Hasrul Hadi Tulisan ini bukan hendak bermaksud mengadu dua teknik menulis. Mengunggulkan satu teknik dan melemahkan teknik yang lain. Mungkin, dua metode ini sudah banyak dibahas, terutama oleh penulis-penulis mapan. Tapi tak ada salahnya berbagi sedikit apa yang pernah saya ketahui dan alami. Siapa tahu bermanfaat. Paling tidak saya sudah berusaha mengabadikan tulisan ini sebagai pengingat dan nasihat bagi diri sendiri. Kita mulai dari Teknik "Mind Map" dalam menulis. Mind Map yang berarti peta pikiran pertama kali dikenalkan oleh Tony Buzan untuk membantu mempermudah proses menulis. Sebenarnya mind map tidak hanya untuk mempermudah keterampilan menulis semata, tapi juga dapat dikembangkan untuk mengasah keterampilan berbicara di hadapan publik (public speaking), dan sebagainya. Mind map, merupakan sebuah rancangan dasar, sebelum pada akhirnya dilakukan pengembangan draf tulisan. Biasanya gagasan utama digambar secara visual di bagian tengah kertas. Kemudian dilanjutkan dengan membuat bagian-bagian atau sub tema dari tema utama yang telah dibuat tersebut. Dibuat mebarik secara visual. Dari sub tema-sub tema tersebut berkembang lagi menjadi sub sub tema yang lebih detil dan lebih rinci. Untuk lebih jelasnya baca buku Tony Buzan (Mind Map) atau buku Quantum Learning yang telah dikembangkan oleh Bobby dePorter. Ketika proses penyusunan mind map selesai maka tibalah saatnya mengembangkan draf tulisan. Dengan adanya acuan menulis berupa sebuah kerangka dalam bentuk mind map yang menarik, maka akan mempermudah dalam proses penulisan. Pikiran yang sebelumnya tersendat, bisa jadi semakin lancar dan tentunya berdampak pada kelancaran proses penulisan. Ketika proses penulisan semakin meluas ke mana-mana maka mind map akan berperan sebagai komando dalam mengarahkan tulisan on the track. Tulisan yang dibuat akan menjadi lebih fokus dan terarah. Kontras dan cukup berbeda dengan teknik mind map, teknik freewriting mengajak kita menulis tanpa kerangka. Menulislah bebas sesukanya tanpa tersendat. Tanpa takut salah. Tanpa terikat aturan kaidah penulisan yang berlaku pada umumnya. Teknik ini lebih menekankan pada upaya mengalirkan pikiran dalam bentuk tulisan. Fokusnya bukan pada benar salahnya tulisan. Tapi fokus pada lancarnya pikiran yang dituangkan dalam bentuk tulisan. Otak manusia terdiri dari otak kiri dan otak kanan. Otak kanan lebih bersifat imajinatif, sementara otak kiri bersifat rasional kritis. Menulis dengan teknik freewriting lebih mendahulukan penggunaan otak kanan dibanding otak kiri. Otak kanan lebih "liar" mengalirkan gagasan. Sementara otak kiri berperan sebagai "editor" manakala proses freewriting selesai dilakukan. Ini mengingat sifatnya yang kritis memindai kata-kalimat-paragraf mana yang salah secara kaidah penulisan maupun konteks dan konten tulisan. Kedua teknik tersebut tentu memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing. Bagi saya ke dua teknik tersebut sangat penting dalam menulis. Keduanya sangat mempermudah saya dalam menulis. Baik tulisan yang bersifat ilmiah maupun tulisan populer. Mau pilih satu di antara dua silahkan. Pilih dua-duanya juga silahkan. Akhirnya semua itu kembali kepada kita masing-masing. Menulis dengan salah satu teknik itu, bagus. Menulis dengan ke dua teknik itu juga bagus. Yang kurang bagus adalah yang tidak menulis sama sekali. Semoga bermanfaat. Selamat menulis, #BeActiveWriter Korleko, 24 Oktober 2017

BUDAYA COPY-PASTE DAN PRODUKTIVITAS MENULIS KITA

Oleh : Hasrul Hadi Kemajuan teknologi komunikasi seperti saat ini mengelompokkan manusia pada dua kutub yang berbeda. Khususnya terkait dengan produktivitas menulis. Di kutub pertama ada orang-orang yang produktif menulis dan di kutub lainnya terdapat pula orang-orang yang tidak produktif. Ada yang hanya sebagai penikmat tulisan saja. Dan yang lebih parah lagi ada pula orang-orang yang bukan penulis dan bukan penikmat tulisan. Pada kutub pertama, terdapat kelompok yang produktif menulis. Intensitas menulisnya sangat tinggi. Tentunya dengan berbagai alasan mereka masing-masing. Ada yang beralasan menulis untuk menebar kebaikan dan ibadah. Ada pula yang ingin nenyebarluaskan ilmu pengetahuan dan gagasannya melalui tulisan. Menulis karena pesanan (politik, ekonomi, popularitas), serta berbagai alasan menulis lainnya. Saya ingin menyoroti ramainya berbagai tema tulisan yang beredar di media sosial. Khususnya di Facebook dan grup-grup Whatsapp (karena saya aktif di dua medsos tersebut). Sering kali saya menemukan tulisan-tulisan cukup panjang. Baik tentang keberhasilan, pengalaman hidup, sebuah gagasan dan pemikiran, motivasi, dan berbagai jenis tulisan lainnya yang tentunya bernuansa positif. Tidak hanya dari satu orang, bahkan satu tulisan yang sama titik komanya pernah saya baca dari postingan tiga orang yang berbeda. Dan tidak hanya tulisan itu, pada tulisan lainnya juga pernah terjadi demikian. Saya berpikir, ini ada masalah dengan budaya tulis-menulis kita. Kita pada akhirnya menjumpai orang-orang yang berada di kutub satunya lagi. Yakni, kutub di mana terdapat kelompok orang yang pekerjaannya membaca hasil tulisan orang lain (bahkan hanya judulnya saja) kemudian membagikannya ke berbagai grup FB dan WA serta tak jarang pula langsung diposting sebagai status. Kebiasaan berbagi tulisan yang positif ini tidak selamanya salah. Bahkan baik bagi orang lain yang dapat memetik manfaat dari tulisan itu. Tapi sadarkah kita, bahwa secara tidak langsung kita menumpulkan bahkan mematikan produktivitas menulis diri kita sendiri. Kita terlalu disibukkan dengan membaca dan membagikan tulisan orang lain. Dan kita lupa bahkan semakin tidak percaya diri dengan tulisan kita sendiri. Karena secara tidak langsung, alam bawah sadar kita memaksa kita menyanjung tulisan orang lain dan minder dengan tulisan sendiri. Maka tak heran kita lebih percaya diri membagikan tulisan orang lain daripada tulisan sendiri. Jika sudah tertancap kuat keinginan menjadi penulis, maka sebaiknya kita belajar percaya diri dengan tulisan kita sendiri. Kita penuhi linimasa dan grup-grup media sosial kita dengan karya tulis kita sendiri. Tebarkan manfaat sebanyak mungkin. Khairunnas Anfauhum Linnas. Sebaik-baik manusia adalah yang paling banyak manfaatnya bagi manusia lainnya (Alhadits). Akhirnya kembali kepada diri kita masing-masing. Kita mau berubah menjadi penulis produktif, atau masih terus memelihara hobi copy and paste tulisan orang lain. Tulisan orang lain viral dan menebar manfaat. Sementara kita belum menulis satupun tulisan. Semoga ini menyemangati kita semua. Selamat menulis, #BeActiveWriter Korleko, 23 Oktober 2017 --HH

TARGET; Energi Sebuah Perjuangan

Oleh : Hasrul Hadi

Saya yakin anda pernah merasa malas, tak semangat, atau uring-uringan tidak jelas. Jujur saja, saya pun pernah merasakannya. Bahkan tidak sekali, berkali-kali. Melalui tulisan ini saya ingin sedikit berbagi pengalaman, sekaligus juga sebagi penyemangat dan pengingat bagi diri sendiri yang terkadang lupa dan seringkali merasa jenuh dan tak semangat. Saya sarankan mulai sekarang anda buat target yang jelas. Sekali lagi TARGET yang JELAS. Lalu berjuanglah untuk mencapainya. Di buku-buku motivasi atau dari video-video motivasi bahkan sering kali dijelaskan untuk menulis bahkan memvisualisasikan target itu dalam bentuk gambar. Itu bagus juga anda coba. Kalau saya paling cuma sampai ditulis saja. Semakin jelas targetnya, dan semakin kuat keinginan anda untuk terwujudnya target tersebut, maka hal itu akan memperbesar usaha dan perjuangan anda. Itu semua akan memperbesar energi anda. Lalu apa yang terjadi jika tidak ada target? Ada orang yang mengumpamakan seseorang yang tidak memiliki target itu ibarat sesuatu benda yang mengambang dan hanyut di atas air sungai. Dan biasanya, yang mengambang itu adalah (maaf) kotoran.� Memang sebagian dari kita ada yang berprinsip "biarlah kehidupan saya mengalir seperti air". Anda sah-sah saja berprinsip seperti itu. Tapi bagi saya itu pandangan yang akan menjadikan anda semakin tidak jelas arah hidupnya dan rentan dikendalikan keadaan, rentan pula didikte dan mebghabiskan energi untuk keuntungan orang lain. Saya ingin berbagi sedikit pengalaman hidup saya. Tidak hebat memang. Mungkin banyak yang lebih hebat dari pengalaman saya. Cuma tak ada salahnya berbagi. Ini juga sebagai penyemangat diri saja. Ini cara saya menyemangati diri ketika mulai lesu. Dengan cara mengingat dan mencoba berbagi atas cerita positif dari serpihan hidup saya. Meskipun itu kecil. Meskipun itu akan terdengar sangat lumrah dan biasa saja. Baiklah, kelamaan ceramahnya..� Begini. Ini cerita ketika saya membuat target lulus 2 tahun tepat ketika menempuh pendidikan S.2 di kota Solo, Jawa Tengah. Kenapa saya punya target selesai dalam jangka waktu 2 tahun? Padahal itu memang standar waktu biasanya orang menempuh S.2? Betul memang, tapi apa semua orang mampu dan ingin selesai selama 2 tahun? Belum tentu. Salah satu contoh saya pernah main ke asrama Lombok Timur di Jogja. Di sana saya berkenalan dengan salah seorang mahasiswa di sana, ternyata dia sudah 10 tahun tinggal di sana. Itu dimulai sejak semester 1 jenjang S.1 dan ketika saya berkenalanpun masih S.1. Dalam hati saya berkata "mungkin ini orang mau nyalon jadi kadus di jogja". � Dan itu baru satu contoh. Kasus seperti ini saya tahu cukup banyak. Malahan orang-orang seperti ini sering menganggap diri mereka sebagai orang yang menjalankan long life education, pendidikan seumur hidup. Salah kaprah.� Kembali ke cerita awal. Selain alasan banyak orang yang kelolosan, saya juga ingin wisuda tepat waktu karena kangen kampung halaman, meski lupa halaman ke berapa, kangen dengan masakannya, kangen dengan suasananya, kangen keluarga, dan yang pasti kangen sama seseorang yang spesial �. Selain itu, saya juga merasa terlalu banyak membebani orang tua. Maklum saya masih dibiayai orang tua pada waktu itu. Dan banyak hal lain juga yang tidak bisa saya sebutkan di sini menjadi pemicu saya selesai tepat waktu. Selama 2 tahun itu, sejak mendaftar sampai wisuda saya tidak pernah pulang. Jika dihitung-hitung, saya menjalani 2 kali idul adha dan 1 kali idul fitri di Solo. Yang paling sedih ketika idul fitri sendirian di kost. Untung ibu kostnya baik hati. Jadi sedikit tidak bisa menghibur hati. Banyak pengalaman yang saya dapatkan selama menuntut ilmu. Susah, Sedih, senang, pernah saya rasakan. Apalagi menjelang akhir masa-masa menuntut ilmu. Saya selama 3 bulan penelitian di pesisir utara jawa tengah. Tepatnya di kecamatan Sayung, Demak. Cukup banyak tantangan. Untungnya warga di sana baik-baik orangnya dan mwnerima saya dengan baik pula. Selain itu saya sangat bersyukur memiliki teman-teman yang baik. Selalu mensuport. Membantu ketika dibutuhkan, menghibur dikala susah dan sesih. Begitu pula doa dan dukungan keluarga yang tak kalah pentingnya. Intinya semua itu memperbesar energi saya untuk mewujudkan target yang sudah saya tentukan. Akhirnya tepat tanggal 8 Maret 2014 saya wisuda. Keluarga hadir menemani di hari bahagia itu. Meski tidak berprestasi, setidaknya saya mampu memberi kabar baik bagi keluarga atas usaha dan doa saya selama ini. Saya punya tekad menotong mata rantai kemiskinan dan kebodohan di keluarga kami. Saya terus berharap mudah-mudahan jejak saya ini bisa diikuti oleh anggota keluarga yang lain. Bahakan melebihi apa yang pernah saya capai. Itulah harapan yang tak pernah padam di hati saya. Kembali berbicara masalah target. Itu hanya satu dari sekian banyak target yang pernah saya buat dan berhasil. Tapi tak sedikit target yang saya buat juga belum terwujud. Tapi saya yakin usaha dan doa akan mengantarkan saya pada terwujudnya target tersebut. Pesan saya. Bagi anda yang pernah memiliki target dan akhirnya tetwujud, berbagilah. Jika belum punya target, maka dari sekarang buatlah target-target yang baik dan jelas. Libatkan Allah dalam setiap ikhtiar. Insyaalloh kebahagiaan dan keberhasilan akan dekat denganmu saudaraku. Wallohualambissawab.

KEMERDEKAAN DAN KONTRIBUSI KITA

Oleh : Hasrul Hadi Tidak sedikit yang mengungkapkan keresahannya tentang status kemerdekaan kita. Terutama anggapan bahwa sejatinya kita belum merdeka. Hal ini beralasan, mengingat meski Indonesia sudah 72 tahun merdeka, masih saja ada rakyatnya yang belum sepenuhnya merdeka. Baik merdeka dari pedihnya kemiskinan, derita kebodohan, harkat dan martabat yang direndahkan, marginalisasi dan sederet predikat "keterjajahan". Pendapat maupun fakta yang disuguhkan itu memang sah-sah saja. Namun, seringkali hal itu dijadikan landasan untuk mengkritisi pihak yang berwenang. Mengkritik juga hal yang wajar. Tapi ada batasannya. Menjadi kurang tepat ketika kritik itu dibersamai dengan menggantungkan penyelesaian masalah itu hanya pada satu pihak saja. Hanya kepada pemerintah misalnya. Saya menyadari hal itu kurang bijak karena terkadang si pengkritik hanya mengkritik. Tanpa pernah berusaha memperbaiki keadaan dengan usahanya sendiri. Sekecil apapun usaha itu. Mungkin kita perlu belajar dari ungkapan yang mengatakan "lebih baik beranjak menyalakan lilin daripada diam dan terus menerus mengutuk kegelapan". Mari bertanya pada diri kita masing-masing, kontribusi apa yang telah kita perbuat untuk bangsa ini. Mari pula menimbang besar mana kritikan dengan usaha yang telah kita perbuat untuk bangsa ini. #Dirgahayu RI ke 72 #MERDEKA

Menulis Untuk Keabadian

Menulislah, maka tulisanmu akan bertahan lebih lama dari umurumu. Tentunya jika tulisan tersebut tidak kau hanguskan sendiri atau dihanguskan oleh generasi setelahmu.
Begitu banyak karya tulis yang melegenda. Eksistensinya masih dirasakan sampai detik ini, sementara para penulisnya sudah lama berkalang tanah, ratusan bahkan ribuan tahun yang lalu.
Jika seseorang ingin mempelajari teori-teori dalam ilmu biologi, maka bisa dipastikan ia akan bertemu dengan teori evolusi yang diciptakan oleh Charles Darwin. Darwin mengabadikan teori tersebut dalam buku master peace - nya yang berjudul “the origin of species”. Buku itu begitu melegenda, sampai saat ini gaungnya masih dirasakan. Bahkan buku-buku biologi anak sekolah masih memuat teorinya sebagai landasan dalam mempelajari ilmu biologi. Meski menuai kontroversi, teori yang ditulis oleh Darwin ini harus diakui memiliki pengaruh yang besar bagi perkembangan teori-teori ilmu biologi, bahkan dalam perkembangkannya lebih lanjut diterapkan juga pada ilmu-ilmu sosial yang dikenal dengan teori “Darwinisme Sosial”. Teori Darwinisme sosial salah satunya diadopsi oleh Feriderich Ratzel seorang geograf dari jerman, yang menyempurnakan teori geografi politiknya yang dikenal dengan teori “organic state” atau negara organik. Dalam teorinya itu, ia mengemukakan bahwa “ suatu negara mirip dengan makhluk hidup, ia lahir dan tumbuh mulai dari bayi, kanak-kanak, remaja, dewasa, tua dan akhirnya mati. Dengan demikan, negara sebagaimana makhluk hidup harus memiliki ruang untuk melangsungkan kehidupannya. Teori organic state ini kemudian oleh Housofer berkembang menjadi teori Labensraum (teori ruang hidup). Dan sampailah penerapan teori ini kemudian pada aksi-aksi ekspansi wilayah yang dilakukan oleh Jerman yang dipimpin oleh Adolf Hitler pada waktu itu, dengan dalih memperluas ruang hidup negara Jerman.
Karl Mark sebagai tokoh pendiri idiologi sosialisme-komunis juga salah satunya mencomot teori Darwin sebagai landasan untuk menyusun teorinya. Karl Mark juga mewariskan karya tulis yang tak kalah melegendanya. Ia menulis bukunya yang berjudul “Das Capital”, bahkan saking berpengaruhnya buku ini, seolah dijadikan kitab suci bagi para penganut ideology sosialis-komunis. Di Indonesia sendiri buku ini sempat diberangus karena dianggap terlarang dan berbagaya, mengingat terjadinya tragedi G30-September pada tahun 1965.
Dalam bidang Ilmu lingkungan, Rachel Carson merupakan orang yang dikenal dengan bukunya yang melegenda “Silent Spring”. Bagaimana tidak, buku itu begitu terkenal setelah ia menguraikan perihal peristiwa sepinya burung-burung ketika musim semi. Padahal pada mulanya kicauan burung sangatlah ramai ketika musim semi tiba. Ia memaparkan kejadian tersebut salah satunya dipicu oleh semakin banyaknya zat-zat pencemar lingkungan, terutama yang dihasilkan dari limbah-limbah industri. Inilah awal mula perjuangan terhadap lingkungan dimulai, dan berlanjut sampai saat ini.
Di bidang ilmu Geologi, siapa yang tak mengenal Van Bemmelen. Seorang geolog dari Belanda semasa pemerintahan Hindia Belanda masih bercokol di Indonesia. Ia menulis bukunya yang terkenal dalam bidang geologi yang berjudul “Geology of Indonesia”. Ada kisah menarik ketika buku ini pertama kali ditulis. Naskah asli yang telah selesai ditulis Van Bemellen pada waktu itu disita oleh Tentara Republik Indonesia. Mengingat pada waktu itu terjadi pergolakan rakyat Indonesia terhadap pemerintah Hindia Belanda dalam rangka merebut kemerdekaan. Bahkan pada waktu itu, Van bemmelen ditahan dalam waktu beberapa lama. Naskah yang telah bersusah payah dibuat itu tak kembali juga ke pemiliknya. Akhirnya Van Bemmelen pasrah dengan nasib yang menimpanya. Namun ia tidak berhenti sampai disitu. Ia bahkan menulis ulang naskah buku itu dengan segala kemampuan yang dimiliki, akhirnya buku itu sampai saat ini masih bisa dijadikan rujukan dalam mempelajari Geologi terutama di Indonesia.
Di dunia islam, kita mengenal Imam Ghazali. Beliau adalah salah satu ulama sufi yang amat termasyhur. Mengapa ia begitu terkenal, maka lagi-lagi karena karya tulisnya. Ia mengarang ratusan kitab-kitab agama, dan salah satu yang paling terkenal adalah kitab Ihya’ Ulumuddin - nya. Kitab ini menjadi pegangan pengajaran ilmu-ilmu agama di pesantren-pesantren dan sekolah agama sampai saat ini. Dan saking pentingnya kitab ini sampai diterjemahkan ke berbagai bahasa. Tak luput juga di Indonesia, bahkan terjemahannya pun terus mengalami cetak ulang dan revisi, saking banyaknya permintaan.
Karya tulis yang melegenda begitu banyaknya. Tak cukup untuk saya tuliskan di sini, mengingat keterbatasan pengetahuan yang saya miliki. Lalu apa poin penting dari semua ini? Jawabnnya tentu adalah pentingnya sebuah karya tulis. Profesor Ida Bagus Mantra, seorang pakar Demografi UGM, di awal bukunya ia menulis sebuah nasehat yang pernah diutarakan oleh Frangklin, “jika anda ingin tidak dilupakan orang segera setelah meninggalkan almamater, maka tulislah sesuatu yang patut dibaca atau berbuatlah sesuatu yang patut diabadikan”. Itulah pentingnya menulis. Karena menulis adalah bekerja untuk keabadian. Begitu dahsyatnya sebuah karya tulis. Meski ditulis ratusan bahkan ribuan tahun yang lampau, tetapi seakan mampu membuat penulisnya seolah abadi, meski telah lama tiada. Bisakah kita seperti penulis-penulis hebat itu? Jawabannya tergantung bagaimana kemauan dan kerja keras kita ! selamat menulis !!
Korleko, 31 Agustus 2016