Senin, 23 November 2020

EKSPEDISI AIR TERJUN SE-PULAU LOMBOK #1 : AIR TERJUN BENANG STOKEL DAN BENANG KELAMBU

Saya terbilang orang yang suka sekali melakukan perjalanan alam bebas. Baik mendaki gunung, camping di bukit, atau perjalanan harian ke beberapa lokasi termasuk pantai. Kali ini saya berencana untuk mengunjungi semua air terjun yang berada di Pulau Lombok. Namun tidak sekaligus, alias bertahap. Saya rencananya akan focus mengunjungi air terjun-air terjun di pulau Lombok. Baik air terjun yang ada di kawasan Kabupaten Lombok Timur, Lombok Tengah, Lombok Barat, maupun Lombok Utara. Sebenarnya ada beberapa air terjun di pulau Lombok yang pernah saya kunjungi, antara lain air terjun Otak Kokok Joben, air terjun Semporonan, dan air terjun Sendang Gila. Namun kali ini saya berencana menjelajahi setiap air terjun yang ada di pulau Lombok satu per satu. 

Gagasan ini muncul tepatnya pada sabtu malam tanggal 21 November 2020. Keesokan harinya tepatnya hari Minggu 22 November 2020 pagi sekitar pukul 07.30 wita saya mulai menghubungi teman atau siapa saja yang sekiranya bisa diajak ngetrip ke salah satu air terjun di Lombok Tengah, yakni air terjun Benang Stokel dan Benang Kelambu. Pertama saya menghubungi teman saya Anwar, seorang dosen di UIN Mataram. Ternyata ketika saya hubungi dia ada di pantai Labuhan Haji bersama keluarganya. Ya mungkin sedang santai menikmati indahnya pagi di pantai Labuhan Haji. Saya utarakan ajakan saya, namun mungkin karena waktunya kurang tepat sehingga dia tidak bisa memenuhi ajakan saya. Dia pun menawarkan pergi bersama di waktu yang lain. 

Selanjutnya saya mencoba menghubungi salah seorang teman lagi via whatsapp, namanya Ghazali. Teman sesama dosen di Universitas Hamzanwadi. Saya tanyakan apa kesibukannya, ternyata dia sedang gotong royong melakukan rehabilitasi rumah. Saya sempat dikirimkan foto kegiatannya. Tak putus sampai di sana, saya coba menghubungi mahasiswa-mahasiswa saya yang sekarang sudah menjadi alumni. Mereka bertempat tinggal di Lombok Tengah. Saya mengutamakan mereka khususnya yang bertempat tinggal tidak jauh dari lokasi air terjun tersebut. Terdapat tiga nama yang saya hubungi, Rosidin, Fauzi dan Sapardiansyah. Rosidin ternyata tidak bisa ikut, karena sibuk mempersiapkan acara pelantikan KPPS esok hari. Maklum dia bekerja di KPU Lombok Tengah. Ke dua Fauzi, ternyata rumahnya di Praya yang lokasi dengan air terjun tersebut cukup jauh. Sementara itu setelah Sapardiansyah saya hubungi, dia juga tidak bisa karena sedang mengerjakan administrasi sekolah. Maklum dia adalah seorang guru di salah satu sekolah swasta di Lombok Tengah. Tiga orang tersebut jelas tidak bisa diajak ke lokasi air terjun. 

Saya terus berpikir kira-kira siapa yang bisa diajak ke lokasi air terjun tersebut. Lalu saya terpikir tentang salah seorang mahasiswa saya yang sekarang masih semester 3. Dia biasa dipanggil Ojik. Dia adalah seorang pecinta alam yang memang senang dengan kegiatan di alam bebas seperti naik gunung, camping dan jalan-jalan melakukan petualangan. Saya coba hubungi dengan menanyakan apa kesibukannya, ternyata dia tidak ada kesibukan. Dia juga menyatakan ketertarikannya untuk ikut. Dia berasal dari Tete Batu, Kecamatan Sikur, Lombok Timur. Akhirnya kami membuat janji untuk bertemu di perempatan Kotaraja depan masjid. Saya dan dia pun bergegas bersiap-siap berangkat. 

Akhirnya saya menemuinya tepat di depan masjid dekat perempatan Kotaraja. Kami tegur sapa sebentar, kemudian saya mengisi bensin motor di penjual bensin dekat masjid tersebut kemudian kami melanjutkan perjalanan. Sebenarnya ada dua jalur untuk menuju lokasi air terjun tersebut, yaitu jalur utama (Selong-Mataram) dan jalur pedesaan. Kami memilih jalur pedesaan. Dengan asumsi jalur ini lebih dekat dan tidak terlalu ramai. Jalur yang kami tempuh mulai dari Kotaraja-Perian-Wajageseng-Aik Berik (Lokasi Air Terjun). 

Sesampai di lokasi air terjun, kami langsung memarkirkan sepeda motor kami masing-masing ke tempat parkir yang telah disediakan. Biaya parkirnya 5000 rupiah per sepeda motor. Kami kemudian langsung menuju tempat pembelian tiket yang lokasinya tidak jauh dari tempat parkir. Namun sebelum membeli tiket masuk, kami menyempatkan diri mengambil foto beberapa obyek seperti gapura atau gerbang masuk, papan informasi mengenai air terjun serta peraturan-peraturan yang harus ditaati selama di air terjun. Di loket pembelian tiket itu kami membeli tiket dengan harga tiket 5000 rupiah per orang. 

Gapura/Pintu masuk menuju Air Terjun

Informasi seputar Air Terjun Benang Stokel dan Benang Kelambu

Info Situs Geopark

Peraturan

Loket Pembelian Tiket Masuk

Setelah masuk ke gerbang besar itu, di samping kiri dan kanan jalan terlihat pedagang makanan yang berjejer rapi. Ada yang menjual nasi campur, nasi goreng, pop mie, snack dan aneka makanan lainnya. Sekitar 50 meter dari gapura kami diminta untuk menyerahkan tiket yang telah kami beli oleh beberapa orang petugas. Tempat pengecekan tiket tersebut merupakan pintu masuk utama ke lokasi air terjun. Di sana juga kami sempat mengambil foto orang-orang dan informasi peraturan yang harus ditaati. Di lokasi itu kami juga ditawarkan untuk naik jasa ojek yang ongkosnya 35 ribu antar jemput. Namun kami menolak tawaran tersebut, karena memang kami ingin menikmati perjalanan menghirup udara segar di kawasan hutan sepanjang perjalanan. 

Pangkalan ojek dan pos pengecekan tiket masuk

Peraturan Penting

Gerbang masuk kawasan HKm dan obyek wisata
air terjun Benang Stokel dan Benang Kelambu


Sejak memasuki pintu masuk tersebut kami menyaksikan rimbunnya pepohonan hutan serta segarnya udara yang kami hirup. Beberapa pengunjung juga sesekali terlihat menuju air terjun tersebut. Maklum kami ke air terjun tersebut pada hari Minggu atau hari libur, sehingga memang akan banyak pengunjung yang tentu juga ingin menikmati liburan di air terjun tersebut. Tak lupa sesekali kami mengabadikan perjalanan itu dengan mengambil foto rimbun dan hijaunya pepohonan di hutan tersebut. 

Hutan yang hijau, rimbun, sejuk dan segar

Numpang nyengir bersama Ojik dan topi runcingnya


Berselang kurang lebih 15 menit, akhirnya kami sampai di air terjun Benang Stokel. Air terjun ini memiliki dua buah air terjun. Sesampainya di air terjun ini kami menemukan lumayan cukup banyak pengunjung, umumnya pengunjung datang dengan rombongan keluarga. Namun ada pula dari kalangan rombongan muda mudi yang datang. Beberapa obyek kami abadikan gambarnya melalui kamera ponsel kami. Sesekali mengamati keadaan sekitar kemudian kami beranjak mendekat menuju air terjun. Tentu tidak kami sia-siakan kesempatan itu untuk mendokumentasikan moment tersebut, kami berfoto bergiliran. Tak lupa pula kami mencuci muka serta merasakan sejuk dan segarnya air terjun benang stukel. Meskipun tidak mandi di air terjun itu, setidaknya kami bisa merasakan sejuk dan kesegarannya. Beberapa pengunjung terlihat sedang mandi beramai-ramai di bawah air terjun tersebut. Di lokasi Air Terjun Benang Stokel kami tidaklah lama. Hanya sekitar 15 menit saja. Kami kemudian melanjutkan perjalanan menuju air terjun Benang Kelambu. 

Anak tangga menuju Air Terjun Benang Stokel

Penampung Air di Kawasan Air Terjun Benang Stokel

Papan Informasi proses terbentuknya
Air Terjun Benang Stokel


Beberapa orang pengunjung yang sedang menikmati
suasana di Air Terjun Benang Stokel

Ojik dan topi runcingnya berpose di antara dua
Air Terjun Benang Stokel


Tak mau kalah dong, saya juga ikut berpose

Menikmati sejuknya air terjun Benang Stokel

Dalam perjalanan menuju Air terjun Benang Kelambu kami tempuh dengan berjalan kaki. Kami kembali menyusuri jalan setapak yang masuk kawasan hutan. Tidak sampai lima menit, kami menemukan para pedagang yang menjajakan makanan dan minuman. Setelah melewati para pedagang tersebut masuk kembali kawasan hutan, namun jenis hutan ini adalah Hutan Kemasyarakatan (HKm). Karena jenis tanaman yang tumbuh di sana tidak hanya tanaman hutan dengan pohon-pohon besar dan lebat, namun juga kami menemukan tanaman perkebunan seperti nangka, duren, pisang dan beberapa jenis tanaman perkebunan lainnya. Hal ini sebagaimana tertulis jelas pada gerbang masuk kawasan wisata air terjun Benang Stukel dan Benang Kelambu. Tertulis bahwa kawasan ini merupakan kawasan Hutan Kemasyarakatan (HKm) Gapoktan Rimba Lestari.

Seorang pengunjung berjalan menuju
Air Terjun Benang Kelambu


Berjalan selama kurang lebih lima belas menit rasanya lumayan lelah dan berkeringat. Akhirnya kami memutuskan untuk istirahat sejenak di sebuah berugak sederhana. Tempat di mana para pengunjung bisa beristirahat dan menikmati makanan dan minuman. Kami melepas lelah sejenak sembari ngobrol-ngobrol tentang berbagai hal. Tiba-tiba dua orang menghampiri kami, yang ternyata mereka adalah mahasiswa saya juga. Deni dan Tarbit. Deni adalah seorang mahasiswi saya dan sekarang di semester 7, sedangkan Tarbit saat ini masih semester 3 sama seperti Ojik teman sekelasnya. Mereka datang ke lokasi air terjun ini bersama rombongan teman-teman desanya, desa Gereneng. Ikutlah mereka nimbrung ngobrol-ngobrol sebentar kemudian pamit untuk berangkat duluan ke air terjun Benang Kelambu. Kami pun kemudian menyusul. 

Istirahat sejenak melepas lelah, kemudian bertemu
dengan Deni (jilbab putih) dan Tarbit (baju hitam)


Beberapa lama kemudian kami menemukan pintu masuk untuk turun menuju Air Terjun Benang Kelambu. Di dekat pintu masuk tersebut terdapat beberapa pedagang makanan, juga pangkalan ojek. Di dekat pintu masuk itu juga terdapat papan informasi geopark Rinjani, khususnya seputar Air Terjun Benang Kelambu. Tak lupa kami mengabadikannya dengan memfoto. Kami juga membaca beberapa informasi tersebut sambil diskusi-diskusi ringan. Tak lama kemudian kamipun masuk dan menuruni sekitar puluhan atau mungkin ratusan anak tangga. 

Papan Informasi proses terbentuknya
Air Terjun Benang Kelambu

Sepanjang jalan menuruni anak tangga kami menemukan lumayan banyak pengunjung. Namun semakin banyak lagi ketika kami sudah sampai di lokasi Air Terjun Benang Kelambu. Ada pengunjung yang mandi, mengambil foto, selfie, dan hanya sekedar ngobrol-ngobrol dengan teman atau rombongan mereka. Air Terjun Benang Kelambu memang sesuai dengan namanya. Benang Kelambu merupakan bahasa sasak yang artinya benang korden. Air terjun yang jatuh seperti benang-benang yang menjuntai jatuh dengan lurus. Lelahnya perjalanan cukup terbayar dengan keindahan air terjun ini. Apalagi dengan airnya yang sejuk dan menyegarkan. Di sekitaran air terjun ini juga disediakan fasilitas atau spot selfie. Hanya dengan membayar sebesar dua ribu rupiah para pengunjung sudah dapat melakukan foto selfie di lokasi tersebut. Tentu kami tidak menyia-nyakan kesempatan itu. Saya dan Ojik juga berfoto di spot foto tersebut. Kami juga menjumpai Deni dan Tarbit di sana. Tak lupa kami berfoto bersama. Dengan background air terjun benang kelambu tentunya foto kami sedikit terlihat lebih indah dan instagramable. Hanya mungkin akan terasa sedikit agak kurang nyaman dengan padatnya pengunjung. namun kami cukup menikmati suasana di air terjun tersebut. 

Para pengunjung menuruni anak tangga menuju
Air Terjun Benang Kelambu


Ramainya Pengunjung di Air Terjun Benang Kelambu

Spot foto dan selfie


Saya dan Ojik berpose dengan background
Air Terjun Benang Kelambu


Foto Berempat: Deni, Tarbit, saya dan Ojik

Para pengunjung di tangga naik spot foto

Setelah puas berfoto dan melihat-lihat keadaan sekitar tak terasa jam menunjukkan pukul 12 lewat 30 menit. Artinya sudah masuk waktu shalat zuhur. Kami kemudian menuju sebuah mushalla untuk melaksanakan shalat zuhur. Selain fasilitas mushalla untuk shalat, di lokasi itu juga disediakan ruang ganti pakaian dan kamar mandi. Usai shalat, kami langsung bergeras untuk pulang. Menaiki kembali anak tangga yang kami lewati ketika datang. Sesekali kami juga berhenti untuk istirahat melepas lelah, sembari ngobrol dan menikmati kopi dan makanan ringan. 

Musholla kecil tempat shalat

Tempat wudhu nya, airnya sejuk dan segar

Sesampai di dekat gapura kami mencoba mencari soto hangat untuk mengisi perut. Ide ini muncul dari saya sendiri mengingat kondisi lokasi yang sedikit dingin, dalam benak saya mungkin enak makan soto, selain untuk menghilangkan rasa lapar, juga sebagai penghangat tubuh setelah dari air terjun. Namun beberapa warung yang kami masuki tidak menyediakan soto, hanya menjual mie instan, nasi campur, makanan ringan dan beraneka jenis minuman. Akhirnya kami memutuskan untuk langsung pulang dan nantinya akan mampir di warung soto yang cukup terkenal di desa Kotaraja. Akhirnya kami bergegas menuju parkiran, mengambil sepeda motor kami masing-masing dan beranjak pulang. 

Perut semakin memberontak, rasa lapar cukup terasa. Sekitar 40 menit perjalanan akhirnya kami sampai di warung soto di desa Kotaraja. Setelah menikmati soto hangat, kami kemudian melanjutkan perjalanan menuju desa Tete Batu, tepatnya menuju rumah Ojik. Cuaca sedikit mendung ketika kami masih di perjalanan. Sesampai di rumah Ojik, saya disambut ramah oleh bapak, ibu dan saudara-saudaranya. Awalnya saya diajak duduk santai di sebuah bangunan yang katanya sering dijadikan tempat pertunjukan (semacam sanggar budaya). Selain itu beberapa kali juga digunakan sebagai tempat pertemuan pemerintah desa. Kondisinya cukup nyaman karena langsung berdekatan denga hamparan sawah yang hijau dan sejuk dipandang mata. 

Beberapa menit kami sempat ngobrol mengenai berbagai hal, tak lama kemudian tiba-tiba turun hujan. Ditambah dengan angin cukup kencang, sehingga kami terkena dengan percikan air hujan tersebut. Kami akhirnya pindah ke dalam rumah. Semakin lama, hujan disertai angin kencang semakin membuat suasana semakin mencekam. Daun-daun pepohonan berguguran. Tak lama kemudian pohon jambu di luar rumah terlihat patah dan hampir menimpa sepeda motor saya. Tak lama berselang tiba-tiba butiran-butiran es turun bersamaan dengan turunnya hujan. Kami cukup kaget, karena tumben menemukan kondisi cuaca yang cukup ekstrim tersebut. Sekitar hampir 30 menit hujan badai itu terjadi, akhirnya mereda juga. Cuaca terlihat cerah, kenampakan gunung Rinjani juga terlihat sangat jelas, gagah menjulang tinggi. Orang-orang mulai keluar rumah, bergotong royong membersihkan halaman rumah yang kacau bekas hujan badai tadi. 

Beberapa saat di dalam rumah, saya dan Ojik ngobrol-ngobrol sambil menikmati kopi hangat dan kolak ubi hangat. Tak terasa waktu menunjukkan pukul 16.00 wita. Saya kemudian sholat ashar dulu sebelum akhirnya pamit untuk melanjutkan perjalanan pulang. Di perjalanan pulang saya menemukan sekitar tujuh pohon-pohon besar bertumbangan akibat hujan disertai angin badai tadi. Terutama di dekat SMK Tete Batu. Terlihat beberapa orang sedang memotong ranting-ranting pohon yang menindih kabel-kebel listrik. Kondisi listrik tentu mati total akibat kejadian angin badai tersebut. Saya pun terus melanjutkan perjalanan pulang dan akhirnya sampai di rumah dengan selamat. 

Bagik Longgek, 23 November 2020 

--Hasrul Hadi

Selasa, 03 November 2020

POSITIVE LEGACY

Tiba-tiba ide ini muncul di kepala saya. Ide tentang karya yang saya ciptakan sebagai warisan positif. Apapun itu, selama bernilai positif maka akan saya abadikan. Baik dalam bentuk tulisan maupun audio-visual.

Media yang cocok untuk hal ini menurut saya adalah website, jurnal ilmiah, rubrik opini surat kabar, jurnal ilmiah, buku, dan youtube. Apapun hal baik atau positif akan saya abadikan sebagai warisan bagi generasi setelah saya. Setidaknya dengan konten-konten yang saya sajikan akan dapat menginspirasi mereka. Baik untuk melakukan hal positif yang sama, maupun hal positif lainnya.

Konten-konten yang sudah ada di website dan youtube saya harus dirapikan. Diarahkan untuk menjadi jejak digital yang bernilai warisan positif (positive legacy). Adapun konsern yang akan saya garap tidak terlalu banyak dibatasi pada bidang-bidang tertentu saja. Namun selama saya mampu dan bernilai warisan positif tentu besar kemungkinan saya akan mengabadikannya.

Di dalam angan-angan saya membayangkan nantinya akan mewawancarai tokoh-tokoh inspiratif di bidangnya. Selain itu saya juga sekali waktu bisa membawakan materi atau konten tertentu yang memiliki nilai edukasi dan inspirasi.

Sebenarnya menurut saya, mewariskan hal positif tidak melulu melalui media digital dan cetak. Warisan positif juga tidak selalu berkaitan dengan harta benda. Karena sejatinya warisan positif bisa juga kita mulai dari lingkungan terdekat kita. Yaitu dengan menciptakan kebiasaan-kebiasaan positif yang dikerjakan berulang-ulang secara konsisten.

Contoh kecil saya sudah menerapkan kebiasaan magrib mengaji di lingkungan keluarga kecil saya. Setiap usai shalat magrib sebisa mungkin kami membaca Al-Qur'an (mengaji) secara bersama-sama. Ada saya, istri saya dan putri kecil kami yang masih berusia empat tahun. Waktu antara magrib dan isya kami manfaatkan untuk membaca Al-Qur'an. Kami berusaha memperkenalkan dan mengajarkan membaca Al-Qur'an kepada anak kami sejak dini. Hal ini bertujuan agar ia terbiasa kemudian tumbuh rasa cinta pada Al-Qur'an. Selain mengajarkan membaca, waktu antara magrib dan isya juga dapat dimanfaatkan untuk menghafal ayat-ayat Al-Qur'an serta menyelami makna atau kandungan di dalamnya.

Itu baru satu contoh warisan positif yang saya harapkan bisa diwariskan oleh anak saya. Warisan tersebut kemudian diwariskan kembali kepada keluarganya, baik suami maupun anak-anaknya kelak. Kunci keberhasilan agar menjadi warisan positif yang berkelanjutan adalah pembiasaan yang berulang secara konsisten. Apapun perbuatan baik dan positif jika dibiasakan dan diwariskan kepada generasi selanjutnya, maka tidak mustahil kebaikan-kebaikan tersebut akan lestari dan abadi di muka bumi ini.

Harapan saya, semoga saja niatan baik ini bisa bermanfaat dan diberkahi oleh Allah SWT, Aamiin.