Senin, 25 Mei 2020

PUASA BERMEDIA SOSIAL

Hari ini saya memutuskan untuk libur alias berpuasa untuk bermedia sosial. Keputusan ini saya ambil setelah merenung dan mengevaluasi kegiatan bermedia sosial saya selama ini. Berdasarkan hasil perenungan itu saya bisa menyimpulkan beberapa hal. Pertama, bermedia sosial itu jika tidak bijak maka hanya akan menghabiskan waktu dan tidak menghasilkan hal positif. Menghabiskan waktu tanpa menghasilkan apa-apa tentu menjadi sebuah kerugian besar bagi saya. Mengapa saya rela menghabiskan waktu saya hanya untuk bermedia sosial yang tidak jelas manfaat dan keuntungannya bagi saya. Mengapa saya tidak menggunakan saja waktu saya untuk hal-hal positif dan jelas manfaatnya? Kurang lebih itulah pertanyaan saya dalam hati.

Hampir setiap hari saya bermedia social. Saya memiliki beberapa akun dan aplikasi yang saya gunakan untuk bermedia sosial. Diantaranya facebook, instagram, twitter, whatsapp, dan youtube. Namun yang paling sering saya gunakan adalah facebook dan whatsapp. Puasa yang saya maksudkan bukan berarti menutup semua akun atau menghapus semua aplikasi media sosial saya, tidak. Saya hanya menyembunyikannya di sebuah folder di smartphone saya kemudian tidak menggunakannya jika tidak benar-benar diperlukan atau jika tidak memiliki tujuan dan manfaat yang jelas.

Untuk saat ini saya masih menyisakan satu saja akun media sosial saya yang akan saya gunakan yaitu whatsapp. Alasannya tentu karena alasan pekerjaan. Bukan alasan hiburan atau sejenisnya. Di beberapa grup whatsapp memang ada yang menggunakannya untuk bermain-main, melontarkan canda tawa, saling berkirim gambar-gambar meme dan video lucu, namun ada juga yang serius untuk pekerjaan, pengembangan karir, ilmu pengetahuan, dan produktivitas dan hal-hal positif lainnya. Maka saya menargetkan untuk menyeleksi grup-grup tersebut mana yang menguntungkan dan mana yang merugikan untuk diikuti.

Sementara itu untuk pertanyaan mengapa saya “memarkir” akun media sosial saya seperti facebook, twitter, instagram dan youtube maka saya punya jawabannya. Jawaban pertama sudah saya sampaikan yaitu alasan menghabiskan waktu tanpa manfaat yang berarti. Selain itu beberapa konten-konten yang tidak penting seperti hoax, pornografi, kekerasan, perselisihan dan sejenisnya bertebaran di media sosial sehingga sering kali kita terbawa arus untuk terlibat di dalamnya. Energi dan pikiran kita terkuras hanya untuk hal-hal yang sebenarnya tidak penting. Sangat merugikan bagi kita tentunya. Waktu habis, ilmu pengetahuan tak dapat, malah dosa dan penyakit hati dan pikiran yang semakin bertumpuk. Dan tidak menutup kemungkinan akan merembet berdampak pada menurunnya kesehatan fisik pula.

Saya coba uraikan secara singkat pengalaman bermedia sosial saya di masing-masing akun. Di facebook misalnya. Saya hanya melakukan scrolling membaca sekian banyak status teman-teman facebook saya yang bertebaran di dinding facebook saya. Mungkin ada beberapa teman yang memposting hal-hal yang positif, namun tak jarang juga yang memposting hal yang negatif. Hal ini mengingat banyak dan beragamnya latar belakang, kebiasaan dan pemikiran mereka. Ada yang senang mengkritik pemerintah, ada yang suka berjualan, ada yang suka narsis pamer-pamer foto, ada yang senang berdiskusi, ada yang sering curhat, ada yang menyampaikan gagasannya, ada yang berbagi pengalaman, sampai ada yang menyindir dan memaki-maki orang lain. Sangat beragam sekali, sehingga jika dibaca dan dikomentari satu persatu tentu waktu saya akan habis hanya untuk itu.

Jika di facebook saya banyak menemukan beragamnya kebiasaan dan pemikiran teman-teman maka lain halnya dengan twitter. Di twitter biasanya saya melihat apa perkembangan yang terjadi saat ini. Biasanya suatu yang hangat dibicarakan di twitter akan menjadi tranding topic. Dengan melihat tagar atau kata yang telah tranding topic maka kita bisa terlibat dalam pembicaraan tersebut. Biasanya yang sering tranding topic adalah seputar kejadian-kejadian yang menjadi konsumsi nasional. Misalnya masalah politik, semacam kebijakan, empati sosial, mengutuk perbuatan oknum tertentu dan sebagainya. Memang jika kita mengikuti itu semua maka juga akan kehabisan waktu, sehingga kita tidak bisa menjadi orang yang produktif. Selain itu pengguna-pengguna twitter juga sebagian tidak menyaring apa yang ditwittnya, terutama dari kata-kata kasar dan kotor dan tidak sopan, konten-konten pornografi, dan perdebatan-perdebatan yang bisajadi berujung pada pertengkaran, konflik bahkan perpecahan. Meski demikian tentu ada dampak positifnya juga.

Di instagram, biasanya kita disuguhkan gambar dan video. Nah kelemahan di instagram ini bagi saya selain hal-hal yang sudah saya sampaikan pada facebook dan twitter juga masalah banyaknya kuota internet yang habis, karena berbasis gambar dan video. Ini yang sebenarnya cukup membuat saya malas menggunakan instagram. Sering kali kita terlena melihat gambar-gambar bahkan menonton video. Sehingga tanpa sadar kuota internet menjadi semakin berkurang dengan begitu cepatnya. Ini mirip juga dengan menggunakan akun youtube. Di mana youtube adalah aplikasi media sosial dengan konten berbasis video. Tentu ini adalah alasan ekonomi. Mengingat kebutuhan ekonomi tidak hanya untuk kuota internet, tapi juga kebutuhan lainnya. Apalagi di masa-masa pandemic covid-19 seperti yang kita hadapi saat ini. Hampir semua sector ekonomi lumpuh. Sehingga memaksa kita untuk bekerja keras menghasilkan uang, selain itu sebagai konsekwensinya kita juga harus bekerja keras bagaimana menggunakan uang sehemat mungkin. Kurang lebih inilah alasan saya mengapa mulai hari ini saya memutuskan untuk berpuasa bermedia sosial.

Korleko, 26 Mei 2020