Rabu, 06 Maret 2019

Hentikan saling caci maki dan fitnah

Begitu banyak perdebatan. Caci maki, bully dan berita bohong. Tidak hanya datang dari satu kubu tapi bisa dipastikan berasal dari ke dua kubu. Tetutama para pendukung lapis bawah. Tak terlalu sulit untuk melihat dengan gamblang fenomena ini. Cukup ketik kata kunci "cebong" atau "kampret" kita sudah menemukan perdebatan sengit di media sosial.

Saya melihat perdebatan, saling caci maki dan fitnah ini semakin menjadi-jadi menjelang hari pemilihan presiden dan wakil presiden tanggal 17 April 2019. Baik kubu Prabowo-Sandi maupun Jokowi-Amin masing-masing menyerang sambil menanjung capres cawapres pilihan mereka.

Nuansa yang cukup terasa adalah mencuatnya isu perbandingan ulama di masing-masing kubu. Ulama di kubu Jokowi-Amin dipersepsikan dengan (maaf) sebagai ulama "penjilat" penguasa. Sementara ulama di kubu Prabowo-Sandi dipersepsikan "doyan" menghujat dan "radikal". Saya merasa situasi ini jelas tidak positif bagi persatuan dan kesatuan kita sebagai bangsa. Bagaimana mungkin ulama yang seharusnya kita dengar fatwanya, kita teladani tingkah lakunya justru ditempatkan pada posisi yang sangat hina. Lalu di mana adab kita sebagai manusia, jika ulama sebagai penerus para nabi tidak kita hormati seperti itu.

Sudah saatnya kita dewasa. Saatnya pula kita hentikan perdebatan, caci maki dan fitnah. Saatnya berkompetisi politik yang sehat. Saling rangkul sebagai saudara sebangsa. Tetap bersaudara dalam kebaikan meski berbeda dalam pilihan politik. Bukankah aset terbesar bangsa ini adalah persaudaraan? Saya tidak bisa membayangkan jika bangsa kita yang terdiri dari beragam suku dan agama terpecah belah hanya karena momen yang bernama pilpres. Mari kita renungkan bersama.

Korleko, 6 Maret 2019
--HH

Tidak ada komentar:

Posting Komentar